Selasa, 15 Januari 2013

Model Pembelajaran Personal-Humanistik


       1.    Belajar dan Pembelajaran
Yang dimaksud dengan belajar adalah proses perubahan tingkah laku siswa yang terjadi secara berkesinambungan pada diri siswa tersebut. Proses belajar ini lazimnya atau umumnya tidak banyak ditentukan oleh faktor genetik. Perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang terjadi dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, kepribadian, pandangan hidup, persepsi, norma-norma, motivasi, paradigma, dan yang lainnya. Perubahan yang terjadi pada siswa ini dapat terjadi secara unsur kebetulan atau terjadi dengan kesengajaan bahwa siswa ini telah mengkonsep indikator apa yang akan dicapai setelah ia melalui proses pembalajaran ini.
Pembelajaran bukanlah suatu konsep atau praktik yang sederhana, melainkan bersifat kompleks dan menjadi tugas, serta tangggung jawab kita sebagai calon seorang guru tentunya dalam membelajarkan siswanya nanti. Pengelolaan pembelajaran yang baik harus dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan dan prinsip-prinsip pembelajaran, karena di sini pengelolaan dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh seorang pendidik.
Dalam proses pembelajaran kerap kali muncul permasalaahan-permasalahan yang amat kompleks. Strategi dan manajemen guru untuk mengatasi masalah pembelajaran sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Misalnya ketika kita mengajar dalam sebuah kelas, tidak semua kemampuan siswa itu sama, melainkan mereka mempunyai keunikan tersendiri yang dimilikinya masing-masing. Nah di sini tugas kita adalah mencari dan mengaplikasikan berbagai metode pembelajaran untuk menghadapi siswa-siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda itu.
2.    Model Pembelajaran Personal
Model pembelajaran personal bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa agar dapat memahami keberadaan dirinya sendiri secara baik, bertanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Jadi, model personal lebih menekanan pada kesadaran pribadi dalam proses pembelajaran.
Menurut Rogers (1986) ada lima fase dalam model pembelajaran personal, yaitu :
  1. Mengartikan situasi yang sudah ada, yaitu guru memberikan motivasi agar siswa bebas berekpresi
  2. Mengembangkan wawasan, siswa mendiskusikan masalah dan guru memotivasi dan membantu penyelesaian masalah siswa
  3. Mengeksplorasi Masalah, siswa dimotivasi untuk mendifinisikan masalah yang dihadapi. Guru menerima dan mengklarifikasi ide siswa
  4. Merencanakan dan membuat keputusan, guru mengklarifikasi berbagai kemungkinan keputusan yang diambil siswa. Siswa merencanakan tindakan awal sesuai dengan keputusan yang diambil
  5. Mengintegrasikan, siswa menambah pengetahuan yang lebih baik dan mengembangkan beberapa tindakan yang positif. Guru memberikan motivasi.
3.    Model Pembelajaran Humanistik
            Model pembelajaran humanistik memandang siswa sebagai subjek yang bebas untuk menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Beberapa pendekatan yang layak digunakan dalam metode ini  adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak siswa untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Guru tidak bertindak sebagai guru yang hanya memberikan asupan materi yang dibutuhkan siswa secara keseluruhan, namun guru hanya berperan sebagai fasilitator dan partner dialog. Pendekatan reflektif mengajak siswa untuk berdialog dengan dirinya sendiri, artinya siswa ini dituntut untuk berkreativitas sendiri dalam kegiatan belajar yang dilakukannya tentunya dengan arahan dari guru. Pendekatan ekspresif mengajak siswa untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian guru tidak mengambil alih tangungjawab, melainkan sekedar membantu, mendampingi, dan mengarahkan siswa dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Mendidik tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para siswa, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuh kembangkan dirinya secaraoptimal sesuai dengan esensi pendidikan sendiri. Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampun seseorang menghadirkan diri sedemikian sehingga pendidik memiliki relasi bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuhkembangkan dirinya secara optimal menjadi pribadi dewasa dan matang. Maksudnya adalah pengarahan kepada siswa bahwa mereka memang membutuhkan pendidikan dan terus membangun karakter siswa. Guru membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki agar mereka dapat lebih leluasa mengembangkan potensi yang dimilikinya. Di sini sikap kita sebagai seorang guru sudah selayaknya menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan humanistik ini, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, siswa akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya, dan kemudian memfungsikan dirinya di dalam masyarakat secara optimal karena itulah indikator penting yang harus dicapai karena merupakan tujuan sejati dari pendidikan. Pada realitanya memang masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis.
Berikut ini dijelaskan secara ringkas beberapa model pembelajaran humanistik :
·         Humanizing of the classroom, pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
·         Active learning, menjelaskan bahwa belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif cenderung bersifat, menyenangkan, menarik, dan menuntut siswa untuk cepat.
·         Quantum learning, merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secarabaik, maka mereka akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya dengan hasil mendapatkan prestasi bagus. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga jembatan yang ada di otak akan mampu menyerap informasi baru dan dapat terekam dengan baik.
·         The accelerated learning, merupakan pembelajaran yang berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Dalam model ini, guru diharapkan mampu mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan mengambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).

3 komentar:

  1. Sepertinya ini tugas BPF, hehe :D

    #blogwalking

    BalasHapus
  2. Persoalan mengajar anak di desa itu kadang mereka agak liar. Pengalaman saya di SD di kabupaten Probolinggo Jawa timur ini, siswanya liar tak terkendali mereka susah dikendalikan dan bahasa yang digunakan sangat tidak pantas. Saya sedih kenapa mereka menjadi tidak terarah begini. Saya ingin menyalahkan konten televisi sekaligus orangtuanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Renny Chandradewi, mendidik itu memang memerlukan kesabaran dan effort yang tinggi. Apalagi karakteristik setiap anak berbeda-beda, seperti yang Kak Renny alami.
      Saya pikir Kak Renny perlu melakukan pendekatan yang lebih cocok untuk mereka, tentunya kita sebagai pendidik harus memahami cara "masuk" ke dunia mereka. Dengan seperti itu, saya pikir anak-anak akan lebih menerima dan bersahabat pada kita.

      Memang betul konten televisi hari ini sudah banyak muatan yang kurang baiknya. Tapi menyalahkan orang lain bukanlah hal bijak yang dilakukan seorang pendidik. Saya sangat mengapresiasi Kak Renny mau menjadi bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa di tempat Kak Renny saat ini. Mari pupuk selalu i'tikad baik bermanfaat bagi orang lain, dengan cara menjadi bagian dari solusi tanpa menyalahkan orang lain.

      Terima kasih, semoga Kak Renny sukses selalu. :)

      Hapus