Ustadz H.
Bahrul ‘Ulum, seorang pria kelahiran kota Karawang pada 8 Februari 1962,
merupakan salah satu dari beribu orang hebat yang pernah saya kenal. Ayah dari
tiga orang anak yang mengenyam pendidikan formal terakhirnya di MA Rabiah
Islamiah Islamiyah, Karawang, tidak merasa berbangga hati dengan ilmu yang
dimilikinya itu. Beliau juga pernah merasakan hiruk-pikuknya dunia pesantren selama
kurang lebih tujuh tahun. Pondok Pesantren yang pernah ia singgahi antara lain
Pondok Pesantren As-Salafiyah , Purwakarta, Pondok Pesantren Riyadul Hikam,
Karawang, dan Pondok Pesantren “Wardoy”,
Sukabumi.
Dengan modal yang dimilikinya itu, beliau membulatkan hati untuk
mengamalkan ilmunya itu di dunia pendidikan. Ya, beliau berniat untuk menjadi
seorang pendidik. Walaupun pria yang pernah berfrofesi sebagai PJTKI di Saudi
Arabia ini tidak merasakan panasnya kursi perguruan tinggi (PT) dan sekolah
pendidikan guru (SPG), tapi kecintaannya terhadap dunia pendidikan membuat
dirinya sanggup untuk mengemban pekerjaan yang mulia ini. Pada tahun 1992,
dengan hanya bermodalkan materi yang pas-pasan beliau berhasil mendirikan
sebuah lembaga pendidikan agama, yakni Madrasah Diniyyah Raudhatul Irfan dengan
beliau sendiri sebagai kepala sekolah sekaligus staf pengajarnya. Walaupun
terbilang sangat sederhana, tapi tempat yang ia dirikan itu terbilang layak
untuk dijadikan tempat mencari ilmu-ilmu Allah swt. Berhubung di sekitar tempat
tinggalnya tidak ada sekolah bernuansa agama pada saat itu, Alhamdulillah sejak
berdirinya tempat itu sampai beberapa tahun ke depan jumlah murid-murid yang
ingin menimba ilmu disana cukup banyak mencapai lebih dari tiga ratus orang.
Dengan kondisi seperti ini, Alhamdulillah beliau memiliki penghasilan yang
cukup untuk menafkahi keluarganya dan bisa merekrut orang lain untuk membantunya
menjadi staf pengajar di sekolah sederhana tersebut.
Namun, sejak tahun 1998, minat anak-anak untuk mencari ilmu agama sudah
mulai menurun. Terbukti setiap tahunnya jumlah muridnya berangsur berkurang.
Walaupun hanya dengan mengandalkan pembayaran SPP sebesar tiga ribu rupiah per
bulannya, beliau tidak pernah mengeluh akan hal tersebut. Namun pemikirannya
yang mulia itu tak sejalan dengan rekan-rekannya yang lain, melihat kekrisisan
yang terjadi, staf pengajar yang lain banyak yang mengajukan untuk mengundurkan
diri dan meminta izin untuk pindah mengajar di tempat lain. Dengan keadaan yang
demikian, beliau tidak memaksakan mereka untuk tetap mengajar di tempatnya
mengingat ia tak akan sanggup membayar gaji mereka, maka dengan berat hati
beliau pun mengijinkan mereka untuk hengkang dari tempat mulia itu. Kehilangan
semua rekannya, beliau tetap berlapang-dada untuk melanjutkan amanah yang
diembannya dan terus menekuni profesinya.
Kira-kira pada tahun 2009, ada tawaran menggiurkan yang menghampiri
beliau, yaitu tawaran profesi sebagai “driver”
di Saudi Arabia yang notabene gajinya berkali-kali lipat dari penghasilannya
yang hanya mengandalkan pembayaran uang SPP. Butuh waktu lama untuk memikirkan
hal ini mengingat beliau juga terdesak juga dengan kebutuhan kedua anaknya yang
sedang membutuhkan biaya besar untuk melanjutkan pendidikan ke bangku SMA.
Namun, kebesaran hati yang dimilikinya, beliau tidak mengambil tawaran untuk
menjalani profesi di negeri orang itu karena beliau sadar bahwa murid-muridnya
masih sangat membutuhkan ilmu-ilmu yang dimilikinya. Beliau percaya bahwa Allah
swt. itu maha kaya dan Allah swt. pasti akan terus memberikan rezeki pada
setiap hamba-Nya. Terbukti, sosok yang berwibawa yang memiliki pekerjaan
sampingan sebagai buruh tani ini tidak pernah sehari pun tidak memakan nasi.
Anak-anaknya pun tetap bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Hal inilah yang menjadikan ia dihormati oleh masyarakat di kampungnya
yang berdomisili di Kp. Cileutak, Ds. Gandasoli, Kabupaten Purwakarta.
Sampai saat ini, walaupun jumlah muridnya hanya tinggal berjumlah
kurang dari tiga puluh orang, beliau masih menekuni profesi yang amat mulia
ini. Selain itu, beliau juga menjadi guru mengaji bagi murid-muridnya agar bisa
mencetak moral-moral islami untuk menjawab tantangan zaman yang sudah aneh ini.
“Subhanallah”, sungguh
amat luar biasa sesuatu yang telah beliau lakukan ini. Mulia di mata Allah
swt., mulia juga di mata insani. Dedikasi yang tinggi untuk pendidikan memang
tak ternilai harganya, apalagi yang dijalaninya itu adalah dalam hal agama. “That’s Amazing”. Mungkin orang seperti
beliau ini hanya ada satu berbanding seribu di dunia ini. Semoga Allah swt.
terus menaungi setiap langkahnya dengan rahmat-Nya. Amin...
Bandung, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar