Kamis, 11 April 2013

Proses Terjadinya Pelangi

fenomena pelangi
Pelangi merupakan fenomena optik dan meteorologi yang menghasilkan spektrum cahaya yang hampir bersambung di langit apabila matahari bersinar setelah terjadinya hujan. Proses terjadinya pelangi bermula ketika cahaya matahari melewati sebuah tetes hujan yang kemudian dibiaskan (dibelokkan) menuju tengah tetes hujan tersebut dan memisahkan cahaya putih itu menjadi sebuah warna spektrum. Hal ini dinamakan proses disperse cahaya, yaitu pembiasan cahaya (dari hasil transmisi cahaya) yang mengkonversikan cahaya monokromatis (satu warna berupa cahaya putih matahari) menjadi polikromatis (spektrum yang dibentuk pelangi). Kemudian warna-warna yang terpisah ini memantul di belakang tetes hujan dan memisah lebih banyak lagi saat meninggalkannya. Akibatnya, cahaya tampak melengkung menjadi kurva warna yang disebut sebagai pelangi. Cahaya dengan panjang gelombang terpendek (ungu) terdapat di bagian dalam kurva dan cahaya yang memiliki panjang gelombang terpanjang (merah) terdapat pada bagian luar, sehingga terbentuklah pola warna dari hasil pendispersian cahaya putih berupa pelangi yang memiliki spektrum warna merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu.
pola dispersi sinar putih menjadi spektrum warna
Proses terjadinya pelangi ini pertama kali diamati oleh Sir Isaac Newton (Inggris) pada abad ke-17 melalui percobaannya waktu itu. Newton menemukan bahwa cahaya putih matahari sebenarnya merupakan campuran dari cahaya berbagai warna. Ia menyorotkan sedikit sinar matahari melalui sebuah prisma kaca berbentuk segitiga dalam sebuah ruang gelap. Bentuk prisma tersebut membuat berkas sinarnya membelok dan kemudian memisah menjadi suatu pita cahaya yang lebar. Di dalam pita ini, Newton melihat spektrum warna dari pola dispersi yang dibentuk. Spektrum warna ini adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Cahaya bergerak dalam bentuk gelombang karena sifatnya yang memiliki dualisme gelombang partikel (pada saat tertentu bisa bersifat sebagai gelombang dan pada saat tertentu bisa bersifat sebagai partikel). Panjang gelombang yang dimiliki akan menentukan warna pada cahaya. Pelangi dan efek cahaya lain di langit disebabkan oleh cahaya yang membias menjauhi garis normal pada partikel.

SUMBER:
Tipler, P. A., 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik, Edisi ketiga, Jilid 2. (Terjemahan Dra. Lea P. M.Sc. dan Rahmat W Adi, Ph.D.). Erlangga: Jakarta.

2 komentar: