لَعَنَ اللَّهُ
الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ
وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
"Allah
telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan
tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu
matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah
ciptaan Allah". (HR. Muslim)
Hukum Menggunakan Kawat Behel
Jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke depan (gigi moncong) yang sampai tingkat tidak wajar sehingga membuat mukanya menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat, oleh karenanya boleh diobati dengan cara apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar giginya menjadi rata kembali. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:
يَا عِبَادَ
اللَّهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً
أَوْ قَالَ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ
قَالَ الْهَرَمُ
“Wahai
sekalian hamba Allah, berobatlah sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu
penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit."
Mereka bertanya, "Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab: "Yaitu penyakit tua (pikun). “
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata Tirmidzi : Hadits ini
Hasan Shahih).
Di dalam hadits di atas diterangkan bahwa Allah melaknat orang yang
merubah gigi dengan tujuan agar giginya lebih indah dan lebih cantik.
Berkata Imam Nawawi menerangkan hadist di atas:
“Maksud
(al-Mutafalijat)
dalam hadist di atas adalah mengikir antara gigi-gigi geraham dan depan. Kata (al-falaj)
artinya renggang antara gigi geraham dengan gigi depan. Ini sering
dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua atau yang seumur dengan mereka agar
mereka nampak lebih muda dan agar giginya lebih indah. Renggang antara gigi ini
memang terlihat pada gigi-gigi anak perempuan yang masih kecil, makanya jika
seseorang sudah mulai berumur dan menjadi tua, dia mengikis giginya agar
kelihatan lebih indah dan lebih muda. Perbuatan seperti ini haram untuk
dilakukan, ini berlaku untuk pelakunya (dokternya) dan pasiennya berdasarkan
hadist-hadist yang ada, dan ini merupakan bentuk merubah ciptaan Allah serta bentuk
manipulasi dan penipuan“.
Jika gigi seseorang kurang teratur, tetapi
masih dalam batas yang wajar, tidak menakutkan orang, dan bukan suatu cacat
atau sesuatu yang tidak memalukan, serta pemakaian kawat behel dalam hal
ini hanya sekedar untuk keindahan saja, maka hukum pemakaian kawat behel
tersebut tidak boleh karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah Swt.
Dalilnya adalah hadist Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu bahwasanya Nabi saw. bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ
الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ
وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
"Allah
telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan
tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu
matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah
ciptaan Allah." (HR. Muslim)
Hukum Memakai Gigi Palsu
Jika seseorang giginya lepas, boleh nggak diganti dengan gigi
palsu? Apakah mengganti gigi dengan gigi palsu termasuk merubah ciptaan
Allah?
Jawaban: Seseorang yang
mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas, karena kecelakaan, dipukul oleh
orang lain, terbentur benda keras, atau karena sebab lain, maka dibolehkan
baginya untuk menggantinya dengan gigi palsu. Karena ini termasuk dalam
pengobatan.
Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang
asli yang lepas atau rusak, bukanlah termasuk merubah ciptaan Allah, tetapi
termasuk pengobatan.
Hal ini dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah: 25/ 16, no. 21104, yang berbunyi:
لَا بَأسَ
بِعِلَاجِ الأَسنَانِ المُصَابَةِ أَو المعِيبَةِ بِمَا يُزِيلُ ضَرَرَهَا
أَو خَلعهَا ، وَجَعل أَسنَانِ صِنَاعِية فيِ مَكَانِهَا إذَا احتِيجَ إلى ذلك ؛
لأَنّ هَذَا مِن العلَاج المُبَاحِ لِإِزَالةِ الضَرَرِ
“Hal ini
termasuk bagian pengobatan yang dibolehkan untuk menghilangkan bahaya yang
timbul.”
Berkata Syekh Sholeh Munajid:
تَركِيبُ
أَسنَانٍ صِنَاعِيةٍ مَكَانَ الأَسنَانِ المَنزُوعَةِ لِمَرَضٍ أَو تَلَفٍ أَمرٌ
مُبَاح لَا حَرَج فِي فِعلِهِ ، وَلَا نَعلَمُ أَحَدًاً مِن أَهلِ العِلمِ
يَمنَعُهُ ، وَلَا فَرقَ بَينَ أَن تثبت الأَسنَان فَي الفَمِّ أَو لَا تثبت ،
وَيَفعَلُ المَرِيضُ الأَصلَحُ لَه بِمَشُورَة طَبِيبٍ مُختِص .
“Memasang
gigi buatan sebagai pengganti gigi yang dicabut karena sakit atau karena rusak,
adalah sesuatu yang dibolehkan tidak apa-apa untuk dilakukan. Kami tidak mengetahui
seorangpun dari ulama yang melarangnya. Kebolehan ini berlaku secara
umum, tidak dibedakan apakah gigi itu dipasang permananen atau tidak, yang
penting bagi pasien memilih yang sesuai dengan keadaannya setelah meminta
pendapat kepada dokter spesialis“.
Gigi Palsu dari Emas dan Perak
Bagaimana hukum menggunakan gigi palsu dari emas atau perak ?
Jawabannya harus dirinci
terlebih dahulu: Jika yang memasang gigi palsu adalah perempuan, maka hal itu
dibolehkan karena perempuan dibolehkan untuk menggunakan emas. Tetapi jika yang
menggunakan gigi palsu itu adalah laki-laki, maka hal itu tidak bisa dilepas
dari dua keadaan:
Pertama: Dalam keadaan
normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa menggunakan gigi palsu dari bahan
akrilik dan porselen selain emas dan perak, maka dalam hal ini memakai gigi
palsu dari emas dan perak hukum haram.
Kedua: Dalam keadaan
darurat dan membutuhkan, seperti dia tidak mendapatkan kecuali gigi palsu yang
terbuat dari emas atau perak, atau tidak bisa disembuhkan kecuali dengan bahan
dari emas atau perak, maka hal itu dibolehkan. Ini berdasarkan hadist yang
diriwayatkan oleh Arfajah
bin As'ad :
عَنْ عَرْفَجَةَ
بْنِ أَسْعَدَ قَالَ أُصِيبَ أَنْفِي يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
Dari
Arfajah bin As'ad ia berkata, "Saat terjadi perang Al Kulab pada masa
Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari perak, tetapi
justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan agar aku
membuat hidung dari emas" (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan hadist
ini Hasan).
Hadist di atas, walaupun berbicara masalah penggantian hidung dengan
emas dan perak dalam keadaan darurat atau membutuhkan, tetapi bisa dijadikan
dalil untuk penggantian gigi dengan perak dan emas, jika memang dibutuhkan,
karena kedua-duanya sama-sama anggota tubuh.
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Berwudhu
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika berwudhu ?
Jawaban: Jika
gigi palsu tersebut terbuat dari bahan yang suci dan tidak najis, maka tidak
perlu dicabut ketika berwudhu, terutama jika sudah dipasang secara permanen.
Karena mencabutnya akan menyebabkan kesusahan bagi pemiliknya, padahal Islam
diturunkan agar umatnya terhindar dari kesusahan. Sebaliknya jika gigi palsu
tersebut terbuat dari bahan najis, maka harus dicabut dan tidak boleh dipakai
ketika berwudhu dan sholat.
Namun demikian, hal ini jarang terjadi, karena
pada dasarnya bahan-bahan untuk membuat gigi palsu rata-rata bersih dan suci,
seperti gigi tiruan akrilik yang sekarang dipakai secara umum. Gigi tiruan
ini mudah dipasang dan dilepas oleh pasien. Bahan akrilik merupakan
campuran bahan sejenis plastik harganya murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai
dengan warna gigi. Ada juga gigi tiruan dari porselen yang ketahanannya
lebih kuat dari akrilik. Dan yang lebih kuat lagi, serta bisa bertahan sampai
bertahun-tahun adalah gigi tiruan dari logam atau emas, hanya saja tampilannya
berbeda dengan gigi asli.
Syekh Utsaimin ketika ditanya tentang seseorang
yang mempunyai gigi palsu, apakah harus dicabut ketika berwudhu? Beliau
menjawab sebagai berikut:
“Jika
seseorang mempunyai gigi palsu yang sudah dipasang, maka tidak wajib untuk
dilepas. Ini seperti cincin yang tidak wajib dilepas ketika berwudhu, lebih
baik digerak-gerakan saja tetapi inipun tidak wajib. Hal itu dikarenakan nabi
Muhammad shallallahu
‘alaihi wassalam mengenakan cincin, dan tidak pernah ada riwayat
yang menjelaskan bahwa beliau melepaskannya ketika berwudhu. Ini jelas lebih
mungkin menghalangi masuknya air dari gigi palsu. Apalagi sebagian
kalangan merasa sangat berat jika harus melepas gigi palsu yang sudah dipasang
tersebut, kemudian memasangnya kembali“.
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Meninggal Dunia
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika seseorang meninggal
dunia, terutama yang terbuat dari emas dan perak ?
Jawaban: Di atas sudah
diterangkan kebolehan memasang gigi palsu dari emas dan perak bagi laki-laki
jika dalam keadaan darurat dan membutuhkan, makanya jika seseorang sudah
meninggal dunia, keadaan darurat tersebut sudah hilang, sehingga harus diambil
dari mayit, kecuali jika hal itu justru menyakiti atau menodai mayit,
maka hukumnya menjadi tidak boleh dicabut. Kenapa tidak boleh? karena mayit
walaupun sudah mati, tetapi masih dalam keadaan terhormat dan tidak boleh
dinodai ataupun disakiti, sebagaimana orang hidup.
Adapun bagi perempuan secara umum dibolehkan
menggunakan gigi emas sebagaimana diterangkan di atas. Ketika perempuan ini
meninggal dunia, maka hal itu diserahkan kepada ahli waris, jika mereka
merelakan gigi dari emas itu ikut dikubur bersama mayit, maka tentunya lebih
baik. Tetapi jika mereka menginginkan gigi dari emas yang bernilai tersebut,
maka dibolehkan bagi mereka mencabut gigi emas dari mayit tersebut , selama hal
itu tidak menyakiti atau menodai mayit.
SUMBER: http://www.ahmadzain.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar