Kamis, 18 April 2013

Kebudayaan Sunda dan Penyikapannya di Era Modern


Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat sunda (masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda) dan dikenal sebagai budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara dengan selogan yang dimilikinya: cageur, bageur, singer dan pinter (waras, baik, kuat, dan cerdas) dan silih asih, silih asah, silih asuh” (saling mengasihi, saling menyempurnakan, saling melindungi). Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari kebudayaan–kebudayaan lain, diantaranya adalah kesenian sisingaan (kesenian khas sunda yang menampilkan 2–4 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil menari), tarian khas Sunda (jaipongan dan Tarian Ketuk Tilu), wayang golek (boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita perwayangan yang dimainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang di mainkan), permainan anak-anak (sorodot gaplok, perepet jengkol dan jajangkungan), alat musik serta kesenian musik tradisional Sunda (angklung, rampak kendang, suling, kecapi, goong, dan calung) yang bisanya dimainkan pada pagelaran kesenian, dan makanan khas Sunda (surabi, ranginang, dan opak).
Seiring dengan berkembangnya dinamika kehidupan manusia yang tengah memasuki era modernisasi yang ditunjukkan dengan munculnya kecanggihan teknologi, mampu merubah gaya hidup manusia yang tidak lagi mengandalkan cara hidup tradisional. Hal ini lambat laun menyebabkan nilai-nilai kebudayaan lama, khususnya kebudayaan sunda mulai terkikis seperti kesenian, alat musik, bahasa daerah, sampai pada permainan tradisional pun mulai ditinggalkan dan menjadi hal yang asing di kalangan masyarakat sunda sendiri. Stabilitas kebudayaan Sunda yang memiliki ciri khas tertentu dan banyak mengandung nilai-nilai filosofis ini mulai memudar. Banyak unsur kebudayaan Sunda yang sangat potensial belum tereksplor di ranah Nusantara ini seperti yang telah disebutkan di atas.
Pudarnya pesona kebudayaan Sunda ini terjadi karena masyarakatnya silau dengan kebudayaan asing yang dikemas sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa gengsi dan tidak percaya diri dengan kebudayaan sendiri. Lebih memprihatinkannya lagi, munculnya berbagai persepsi negatif seperti ketinggalan zaman, tidak gaul, atau kampungan pada mereka yang masih mempertahankan kebudayaan Sunda. Contohnya, antara tarian jaipong yang dipandang sebelah mata dibandingkan dengan break dance yang tengah digandrungi anak muda. Anak muda jaman sekarang pun sudah mulai gengsi menggunakan bahasa Sunda di dalam kehidupan bermasyarakat karena tidak ingin terpandang kampungan tadi.
Paradigma inilah yang harusnya diubah. Peran serta masyarakat dan pemerintah lah yang memiliki power disini. Masyarakat dan pemerintah harus bersama-sama bersinergi untuk “mengeksiskan” kembali kebudayaan sunda yang mulai padam ini. Pemerintah dapat memberikan fasilitas dan dukungan finansial kepada masyarakat untuk berkarya dan melestarikan kebudayaan tersebut.
Modernisasi ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari unsur-unsur kehidupan. Adalah sebuah kebodohan ketika kita menutup diri dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Seyogyanya kita membutuhkan kehidupan yang layak yang sesuai dengan perkembangan jaman, namun tidak seharusnya melupakan kebudayaan daerah atau merasa gengsi dengan kebudayaan daerah sendiri yang notabene kebudayaan tersebut memiliki nilai manfaat dan filosofis yang sangat dalam.
Intinya kita sebagai masyarakat daerah, khusunya bagi masyarakat sunda, harus pandai menyikapi pengaruh modernisasi dalam kehidupan. Kita harus tetap bangga bisa menjadi orang Pasundan yang memiliki kekhasan yang tidak dimiliki bangsa lain. Tidak usah gengsi menggunakan bahasa sunda karena bukan hal yang memalukan jika kita memakai bahasa sendiri. “Hayu urang sarerea ngamumule budaya sunda pikeun nyaimbangkeun hirup di jaman modern ieu pikeun menangkeun pangaweruh anu lega!”


3 komentar:

  1. Satuju mang. Can tangtu budaya tatangga lebih nyeni ti budaya nyalira

    BalasHapus
    Balasan
    1. muhun kakang, hayu urang gencarkeun ngamumule budaya sunda :))

      Hapus
  2. di eta gambar aya aksara sundaan, tapi eta salah nulisna, mun di baca nu di gambar,bacaanna kieu "gemaAha ripaAha loha jinaAwi",, mangga bilih bade di ajar aksara sunda gabung di grup FB. MASKAR (mikadeudeuh aksara sunda, karawang), urang sasarengan di ajar baca tulis aksara sunda, nuhun.

    BalasHapus