Senin, 08 April 2013

MLM dalam Pandangan Islam


Suatu lembaga bisnis pastinya akan berusaha agar pemasaran produknya berjalan dengan baik, sehingga penjualan barang terus meningkat. Mengikatnya konsumen agar setia dengan produk yang dijual adalah salah satu indikatornya. Caranya sangat beragam diantaranya dengan menerapkan sistem Multi Level Marketing (MLM).
Sistem pemasaran dan penjualan dengan MLM semakin marak dilakukan oleh beberapa lembaga bisnis di Indonesia akhir-akhir ini. Banyak produk yang dipasarkan dengan sistem ini. Bahkan sebagian produk bisa diperoleh dengan harga yang lebih murah dengan menjadi “member” pada lembaga yang menerapkan sistem ini. Akibatnya, masyarakat yang membutuhkan produk tersebut tertarik untuk menjadi anggotanya. Dalam beberapa prakteknya, banyak poin dan bonus yang dijanjikan pihak lembaga bagi para member sehingga mereka bersemangat memasarkan produk tersebut untuk mengejar poin dan bonus yang ditawarkan. Terkadang ada yang berniat join demi mendapatkan bonusnya saja, bukan karena butuh terhadap produk yang dijual.

Apakah sistem MLM dibenarkan dan diperbolehkan oleh Syariat Islam?
Seorang muslim sudah selayaknya memperhatikan masalah hokum halal dan haram dalam setiap sendi-sendi kehidupan yang dijalaninya. Segala hal yang haram harus dijauhi, khususnya dalam masalah nafkah yang didapatkan, karena barang haram (baik haram dzatnya atau sebab memperolehnya) yang dikonsumsi akan menyebabkan ibadahnya tidak diterima dan doanya tidak dikabulkan Tuhan. Yang paling harus diingat adalah bahwa keharaman akan menjadikan sebab datangnya banyak musibah. Begitu pula dalam menyikapi sistem MLM, kita harus memastikan apakah hukumnya dibenarkan oleh syariat atau tidak.
Berdasarkan literatur yang saya baca, pada sabtu malam (04/12/2010) pengurus Masjid Al-Muhajirin, Kavling Harapan Kita, Seroja, Bekasi Utara, mengadakan kajian tentang hal ini. Ustadz Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA. (pengasuh kajian tersebut) menyimpulkan bahwa: Sistem MLM secara konvensional yang banyak ditemui di masyarakat hukumnya haram dengan enam alasan yang dikemukakannya. Menurut Doktor alumnus Al-Azhar Kairo ini, boleh atau tidaknya penjualan dengan MLM ditentukan oleh sistem yang dipraktekkan. Sebatas label syariah tidak menentukan kehalalan. Karenanya setiap sistem pemasaran dan penjualan barang dengan system MLM yang berlabel syariah perlu dikaji secara tersendiri dan khusus. Adakah kaidah dasar syariah yang dilanggarnya sehingga menyebabkan haramnya sistem yang digunakan? Berikut ini suguhan pada kajian yang dilaksanakan..

MLM Versi Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA.
MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya. Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu. Komisi yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk “balas jasa atas perekrutan bawahan”. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi (http://id.wikipedia.org).
Untuk menjadi keanggotaan MLM, seseorang biasanya diharuskan mengisi formulir dan membayar uang dalam jumlah tertentu dan kadang diharuskan membeli produk tertentu dari perusahaan MLM tersebut, tetapi kadang ada yang tidak mensyaratkan untuk membeli produk tersebut. Pembayaran dan pembelian produk tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan poin tertentu. Kadang poin bisa didapatkan oleh anggota jika ada pembelian langsung dari produk yang dipasarkan maupun melalui pembelian tidak langsung melalui jaringan keanggotaan. Terkadang poin bisa diperoleh tanpa pembelian produk, namun dilihat dari banyak dan sedikitnya anggota yang bisa direkrut oleh orang tersebut, yang sering disebut dengan pemakelaran.
Dr. Ahmad Zain menuturkan bahwa transaksi jual beli dengan menggunakan sistem MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut:
Alasan Pertama: Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: Kedudukan pertama,  sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan mendapatkan bonus berupa potongan harga. Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
Pertanyaannya adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar?
Dalam Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini:
1. Hadits Abu Hurairah r.a.
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
 “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian” (HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut para ulama).

Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil Imam Tirmidzi,  “Yaitu haram jika seseorang mengatakan, ’Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz 3, hal. 533)
Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan yang lainnya adalah haram berdasarkan hadits di atas.
2. Hadist Abdullah bin Amr
Rasulullah saw. bersabda:
 لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
"Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu." (HR. Abu Daud)

Hadits di atas juga menerangkan tentang keharaman melakukan dua transaksi dalam satu akad, seperti melakukan akad utang-piutang dan jual beli, satu dengan yang lainnya saling mengikat. Contohnya: Seseorang berkata kepada temannya, “Saya akan jual rumah ini kepadamu dengan syarat kamu meminjamkan mobilmu kepada saya selama satu bulan.” Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah tidak jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang belum tentu terjadi. (Al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi,  Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz 4, hal. 358; Asy Syaukani, Nailul Author, Riyadh, Dar an Nafais, juz 5, hal. 173)

Alasan Kedua: Di dalam MLM terdapat makelar berantai.  Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya. Namun makelar dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.

Alasan Ketiga: Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya  bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan poin yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan. Perjudian juga seperti itu, yaitu seseorang menaruh sejumlah uang di meja perjudian, dengan harapan untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, padahal keuntungan tersebut belum tentu bisa ia dapatkan.

Alasan Keempat: Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar  (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.
Dan Nabi Muhammad saw. sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasul berkata : 
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif).“ (HR. Muslim, No. 2783)

Alasan Kelima: Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah: Al Ghunmu bil Ghurmi, artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas. Merekalah yang terus menerus mendapatkan keuntungan-keuntungan tanpa bekerja, dan mereka bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka kesulitan untuk  melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat banyak.

Alasan Keenam: Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl, karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah (karena anggotanya mendapatkan uang penggantinya tidak secara cash). Sementara produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota, sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini. Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini, sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah ulama di Timur Tengah, diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H (17 Juni 2003) pada majelis No. 3/24. Kemudian dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14 Rabi’ul Awal 1425 H.

Wallahu A’lam Bish-Showab, hanya Allah zat yang maha tahu segala sesuatu...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar